Monday, February 4, 2013

Piala Hatiku - Prince of Tennis - Oneshot

Riku menatap piala-piala yang dipajang oleh kedua orang tuanya. Di paling ujung kanan deretan piala-piala yang berkilauan emas adalah piala ayahnya yang terbaru yang baru saja digosok dan ditaruh di sana oleh ibunya.

"Mama, mama," anak berumur lima tahun itu memanggil ibunya dengan semangat dan menarik-narik ujung baju ibunya. "Papa menang turnamen lagi, ya? Apakah ini artinya Papa sudah akan pulang?"

Rie mendesah dan berjongkok di depan anakknya, mengelus kepalanya dengan halus. "Papa belum akan pulang, Riku. Tunggulah sebentar lagi."

"Tetapi minggu lalu Mama juga mengatakan hal yang sama! Riku sudah menunggu dua bulan untuk ketemu Papa, tapi Papa belum pulang!" Teriaknya dan mulai menangis. Rie memungut kotak bungkusan piala tersebut yang baru sampai melalui pos dari lantai dan mengelus lagi rambut emas Riku yang sedang terisak-isak.

"Sudahlah, Riku. Papamu lagi sibuk. Dia pasti akan pulang kok. Mama janji deh," katanya dan mengulurkan jari kecilnya ke arah Riku. Tangisan Riku pun mulai mereda ketika dia membelit jari manisnya sendiri di sekitar jari ibunya. Walaupun Rie telah berhasil membujuk anaknya, dia sendiri merasa gelisah. Apakah Kunimitsu akan pulang dalam jangka waktu yang dekat?

Seperti yang Riku katakan, suaminya sudah dua bulan tidak pulang ke rumah. Rie mengerti bahwa sebagai pemain tenis yang profesional, Kunimitsu harus mengelilingi dunia untuk mengikuti turnamen dan kompetisi, tetapi tetap saja dia ingin suaminya berada di rumah dan melihat anak mereka satu-satunya bertumbuh.

Rie membuang bungkusan tersebut ke tong sampah, tetapi Riku dengan cepat menangkap kotak itu sebelum sempat jatuh ke dalam. "Mama, ada surat."

Rie menatap amplop putih polos yang dipegang erat sama Riku. Dia tersenyum ke arah anaknya dan mengambil amplop tersebut dan berjalan ke dalam kamar tidurnya yang akhir-akhir ini terasa sepi tanpa keberadaan suaminya.

Dengan tangan yang gemetar, Rie membuka amplop tersebut dan membaca isi surat di hadapannya. Matanya mulai berkaca-kaca dan air mata membasahi pipinya.

Rie,


Bagaimana kabarmu? Bagaimana kabar Riku? Apakah dia sehat-sehat saja? Maaf, saya telah menghilang tanpa mengirim kabar apa pun ke rumah selama dua bulan dan bahkan melewati ulang tahun Riku yang ke-5. Saya harap dia tidak membenci ayahnya yang tidak berguna ini. Tetapi saya kangen sama rumah dan sama Jepang. Ingriss adalah tempat yang menyenangkan, tetapi rumah sendiri masih tempat paling enak. Maka dari itu, saya memutuskan untuk menulis surat ini. 

Kata Atobe dia sering menulis surat pulang ke rumah karena istrinya senang kalau mendapat surat walaupun e-mail jauh lebih gampang dan efisien.


Saya sekarang lagi tinggal bersama Yukimura dan Atobe di rumah Atobe yang di Ingriss. Kami semua mengikuti turnamen Wimbledon kali ini. Seperti yang telah kamu lihat, saya meraih juara satu. Apakah di rumah kami masih ada cukup tempat untuk memajang piala? Atobe pernah mengatakan dia mau mengirim rak pajangan khas Jerman ke rumah jika kami masih perlu.

Yah, sayangnya walaupun Wimbledon selesai, saya masih harus mengikuti turnamen lainnya yang diselenggarakan di Jerman. Besok kami bertiga akan terbang ke Bonn dengan pesawat pribadi Atobe. Oleh karena itu, saya akan masih berada di Eropa sampai tiga bulan mendatang.

Jangan khawatir. Semenjak saya datang ke Ingriss dua bulan yang lalu, banyak pikiran yang melintasi benakku dan saya telah memutuskan setelah turnamen kali ini usai, saya akan pensiun dari dunia tenis. Rie, saya tidak mau kamu menyalahkan dirimu atas keputusanku karena saya tahu kamu pasti akan menyalahkan dirimu. Ini adalah keputusan saya dan telah saya pikirkan dengan lama sekali. Dan di antara tenis dan keluargaku, saya masih lebih menyayangi keluargaku. Saya tahu pilihanku tidak salah dan saya tidak akan menyesalinya.

Oleh karena itu, tunggulah sebentar lagi. Kali ini, saya akan pulang dan tidak akan pernah meninggalkan kalian lagi.

Tezuka Kunimitsu

"Kunimitsu..." Rie memanggil nama suaminya dengan penuh rasa rindu dan memeluk surat tersebut ke dadanya yang terasa sesak dan lega pada waktu yang bersamaan. Dia merasa sesuatu yang keras tertekan pada dadanya dan merogoh isi amplop. Ternyata masih ada satu lembar kertas di dalamnya dan liontin emas berbentuk raket tenis.

PS. Piala yang kukirim ke rumah bukanlah satu-satunya piala yang kalian akan dapati. Liontin ini adalah hadiah ulang tahun Riku. Karena kalian adalah piala di hatiku.

Rie membuka tutup liontin tersebut dan mulai tersenyum. Foto yang berada di dalam liontin itu adalah foto keluarga mereka bertiga.

"Piala di hatiku. Ternyata Kunimitsu juga bisa mengatakan sesuata yang kayak begitu."

No comments:

Post a Comment